Mahfud MD Minta Polisi dan MK Usut Dugaan Kebocoran Informasi Putusan Sistem Pemilu

- 30 Mei 2023, 10:06 WIB
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD /Foto/ Antaranews /

Lintassulbar, Jakarta - Dugaan kebocoran informasi soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem Pemilihan Legislatif (Pileg) masih menjadi perbincangan publik. Sebab informasi tersebut, seharusnya masih bersifat rahasia karena belum dibeberkan ke publik.

Menyikapi hal itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD meminta polisi dan MK mengusut kasus tersebut.

Sebab, kata Mahfud melalui akun Twitter resminya @mohmahfudmd, putusan MK yang belum dibacakan masih berstatus sebagai rahasia negara.

"Terlepas dari apa pun, putusan MK tak boleh dibocorkan sebelum dibacakan. Info dari Denny ini jadi preseden buruk, bisa dikategorikan pembocoran rahasia negara. Polisi harus selidiki info A1 yang katanya menjadi sumber Denny agar tak jadi spekulasi yang mengandung fitnah," kata Mahfud lewat cuitan di akun Twitterny, dikutip dari Antaranews, Selasa 30 Mei 2023.

Mahfud MD mendesak MK, agar segera mencari pihak yang membocorkan informasi itu. Meski dirinya merupakan mantan Ketua MK, namun, pihaknya tidak berani menanyakan ke MK putusan yang belum dibacakan.

Ia mengatakan, putusan MK itu menjadi rahasia ketat sebelum dibacakan, tapi harus terbuka luas setelah diputuskan dengan pengetokan palu vonis di sidang resmi dan terbuka.

"Saya yang mantan Ketua MK saja tak berani meminta isyarat apalagi bertanya tentang vonis MK yang belum dibacakan sebagai vonis resmi. MK harus selidiki sumber informasinya," ujar Mahfud dalam cuitannya.

Sebelumnya, mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Denny Indrayana mengklaim mendapat informasi soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK), terkait sistem pemilu legislatif yang akan kembali ke sistem proporsional tertutup atau coblos partai.

"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja," kata Denny lewat cuitan di akun Twitternya @dennyindranaya, Minggu.

Dalam cuitannya, Denny juga sempat menyinggung soal sumbernya di Mahkamah Konstitusi. Meski tidak menjawab dengan gamblang, Denny memastikan sumbernya bukan hakim konstitusi.

"Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi," ujarnya.

"Maka, kita kembali ke sistem pemilu Orba: otoritarian dan koruptif," kata Denny lewat cuitannya.

Sementara itu, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menerima permohonan uji materi (judicial review) terhadap Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu, terkait sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022.

Keenam orang yang menjadi pemohon ialah Demas Brian Wicaksono (Pemohon I), Yuwono Pintadi (Pemohon II), Fahrurrozi (Pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (Pemohon IV), Riyanto (Pemohon V), dan Nono Marijono (Pemohon VI).

Delapan dari sembilan fraksi partai politik di DPR RI pun menyatakan menolak sistem pemilu proporsional tertutup yakni Fraksi Golkar, Gerindra, Demokrat, NasDem, PAN, PKB, PPP dan PKS. Hanya satu fraksi yang menginginkan sistem pemilu proporsional tertutup yakni PDI Perjuangan.***

Editor: Wahyuandi


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x