74 Karomah KH Muhammad Thahir Imam Lapeo, Tokoh Sufi Asal Tanah Mandar

19 Maret 2024, 05:02 WIB
KH. Muhammad Tahir (Imam Lapeo) /Foto/ Istimewa/LINTASSULBAR

LIMTASSULBAR.COM - Tokoh Sufi, KH Muhammad Thahir atau yang lebih kenal dengan Imam Lapeo, tidak hanya dikenal sebagai ulama yang menyebar Islam di tanah Jazirah Mandar, Sulawesi Barat (Sulbar) Tapi, juga dikenal dengan cerita unik tentang kisah-kisah semasa hidupnya.

Dalam buku yang ditulis oleh cucu Imam Lapeo, Syarifuddin Muhsin memuat tentang perjalanan hidup KH Muhammad Thahir (Imam Lapeo), tercatat sebanyak 74 karomah yang dimilikinya.

Imam Lapeo lahir pada Tahun 1838 Masehi di Desa Pambusuang, Kecamatan Balanipa, Kabupaten Polewali Mandar, Sulbar. Saat remaja, Imam Lapeo terkenal menimbah ilmu dari berbagai tempat di Sulawesi, Sumatera bahkan sampai ke Tanah Suci Mekkah.

KH Muhammad Tahir, digelar sebagai Imam Lapeo karena Masjid yang di bangun berada di daerah Lapeo, Kini Kecamatan Campalagian. Setelah kembali dari beberapa tempat menimbah ilmu, ia kemudian meneruskan dakwah di wilayah mandar.

Dalam perjalanannya, Imam Lapeo dikenal memiliki banyak karomah (Kelebihan) yang tak dijangkau oleh manusia secara umum. Ia terkenal dengan kecerdasannya, keberaniannya dan sifatnya yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan, terbukti telah melahirkan sejumlah Ulama.

Beberapa karomah yang dimilikinya diantaranya, menyelamatkan orang tenggelam, melerai perkelahian di Parabaya, menghentikan penyiksaan KNIL, jadi perlindungan Arajang Balanipa, mampu berbicara dengan orang yang sudah meninggal dunia.

Selain itu, Imam Lapeo mampu menangkap ikan di laut tanpa kail, memendekkan kayu, menghardik jenazah, mengatasi pendoti-doti (guna-guna), shalat jumat di tiga tempat pada waktu bersamaan, menebang kayu dengan tangisan bayi, naik becak ke Mamuju, membatalkan tunangan dengan anggota Muhammadiyah, tidak suka bunyi-bunyian (musik).

Peran Imam Lapeo, tidak terlepas dengan karamah kesufian yang ada pada dirinya. Misalnya, tangannya kebal terhadap api. Diceritakan, selama belajar di hadapan Sayyid Alwi al-Maliki, Imam Lapeo juga bertindak sebagai penuntun unta terhadap gurunya dalam berbagai perjalanan.

Saat sang guru Sayyid Alwi al-Maliki bersama muridnya Imam Lapeo melakukan perjalanan antara Mekkah dan Madinah, karena keamanan di jalan kurang terjamin, mereka singgah istirahat dan berkemah di jalanan.

Ketika itu, sang gurunya mengetahui Imam Lapeo mengisap rokok. Sang Guru langsung mengambil rokok tersebut dari tangannya, dan rokok yang terbakar itu ditekankan ke telapak tangan muridnya. Dalam keadaan demikian, Imam Lapeo tidak merintih dan tidak merasakan kesakitan, malah hal itu dibiarkannya sampai semuanya selesai.

Selain itu, pengalaman pertama Imam Lapeo ketika baru saja berada di Mandar, sempat diuji penduduk setempat dengan permainan berbahaya. Waktu itu, Imam Lapeo sedang khutbah di atas mimbar pada hari Jumat, di tengah berkhutbah, muncul suatu gumpalan api yang sangat tajam cahayanya.

Gumpalan api yang pada mulanya laksana sebutir telur yang sinarnya sangat tajam itu, tiba-tiba menjadi besar dan bergerak dari depan dengan kencangnya menuju ke hadapan Imam Lapeo.

Api dengan sinarnya yang sangat tajam itu, sedikit lagi mengenai wajah Imam Lapeo, Imam Lapeo hanya bergerak dengan isyarat matanya. Akhirnya gumpalan api itu menyingkir dari hadapannya dan mengenai tembok di belakang mimbar. Tembok masjid tersebut hancur rata dengan tanah.

Karomah dan Kelebihan Imam Lapeo

Kisah lain adalah, Imam Lapeo menundukkan ular. Suatu ketika, Imam Lapeo diundang mengahadiri pesta walimah di Tapalang, Kabupaten Mamuju.

Ketika resepsi makan dimulai, tiba-tiba muncul ular-ular di piringnya yang ingin digunakannya untuk makan. Ular-ular tersebut, tiada lain dari orang tertentu yang konon kabarnya ingin mempermalukan Imam Lapeo di tengah pesta.

Imam Lapeo sebagai ulama sufi yang tawadhu, hanya menyaksikan ular-ular itu meliuk-liukkan badannya, sampai akhirnya jumlah ular bertambah banyak dan meloncat-loncat.

Walhasil, hanya mengancam ular-ular itu dengan memberi isyarat, maka seketika ular-ular tadi hilang dengan sendirinya.

Sejak di masa hidupnya, Imam Lapeo sering kali dikunjungi oleh orang-orang untuk meminta pertolongan. Selain itu, sepeninggalan beliau, hingga saat ini, kuburannya banyak didatangi orang.

Ada suatu kaedah dalam kewalian dan kesufian yang menyatakan, seorang waliyullah apabila nampak karomah (keluarbiasaan) pada waktu hidupnya pada dirinya. Maka akan nampak pula keramat pada waktu sesudah matinya.

Seorang sufi, apabila dikunjungi orang pada waktu hidupnya, maka dikunjungi pula banyak orang sesudahnya matinya (makamnya). Hal inilah yang terjadi pada diri Imam Lapeo, dimana kuburannya dikunjungi oleh banyak orang, terutama pada hari-hari tertentu, misalnya pada saat-saat sebelum pemberangkatan dan setelah kembali dari tanah suci Mekkah.

Walaupun, kiprah dan perjuangan Imam Lapeo sering direduksi dan dibumbui dengan hal-hal yang berbau supranatural, seperti cerita tentang kemampuannya berada di dua tempat sekaligus, menaklukkan para tukang Doti, namun intelektual sekelas Emha Ainun Najib meyakini kisah-kisah Imam Lapeo.

Dengan begitu, ada banyak nelayan Mandar yang percaya bila terhadang badai di tengah laut, mengingat sang panrita untuk kemudian memanggil namanya adalah salah satu cara menaklukkan badai.

Ya, itulah salah satu bentuk betapa orang Mandar menganggap Imam Lapeo sebagai ulama berkaromah. Banyak rumah di Mandar memasang fotonya di dinding rumah. Tak sedikit orang juga menjadikan foto ukuran kecil Imam Lapeo sebagai jimat yang disimpan di dalam dompet.***

Editor: Wahyuandi

Tags

Terkini

Terpopuler