Terletak di Atas Ketinggian 600-2.000 MDPL, Berikut Sejarah Singkat Pembentukan Kabupaten Mamasa

- 14 Maret 2024, 00:51 WIB
Kabupaten Mamasa adalah salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Sulawesi Barat
Kabupaten Mamasa adalah salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Sulawesi Barat /Foto/Istimewa /LINTASSULBAR

LINTASSULBAR.COM - Kabupaten Mamasa adalah salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Sulawesi Barat. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kecamatan Mamasa. Kabupaten ini dimekarkan pada Tahun 2002 dari Kabupaten Polewali Mamasa yang sekarang berubah nama menjadi Polewali Mandar.

Kabupaten Mamasa, terletak di dataran tinggi, berada di atas 600 - 2000 Meter di Atas Permukaan Laut (MDPL), merupakan satu-satunya kabupaten yang tidak memiliki garis pantai di Sulawesi Barat. Pada pertengahan Tahun 2023, penduduk kabupaten Mamasa berjumlah 165.310 jiwa dan kepadatan penduduk 55 jiwa per kilometer persegi.

Baca Juga: Momentum HUT ke-22 Kabupaten Mamasa, Berikut 11 Program Strategis Pemda yang Menjadi Prioritas

Kabupaten Mamasa merupakan destinasi utama Pariwisata di Sulawesi Barat, karena memiliki banyak tempat wisata yang indah dan menarik.

Masyarakat Kabupaten Mamasa hidup pada hasil pertanian, pada tanaman padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau, kacang kedelai, sayur-sayuran dan berbagai jenis buah-buahan. Mereka juga memiliki perkebunan yang ditanami kopi dan kakao yang dikelola dengan cara tradisional.

Kabupaten Mamasa tidak hadir begitu saja bak hadiah atau kado ulang tahun, melainkan penuh dengan perjuangan para tokoh pendahulu. Sehingga, Kabupaten Mamasa dapat terbentuk menjadi sebuah daerah otonomi.

Baca Juga: Momentum HUT ke-22 Kabupaten Mamasa, Berikut 11 Program Strategis Pemda yang Menjadi Prioritas

Lalu seperti apa perjuangan para tokoh-tokoh pembentukan Kabupaten Mamasa? Simak sejarah singkat pembentukan Kabupaten Mamasa sebagai berikut.

Sejarah Singkat Pembetukan Kabupaten Mamasa

Sejak jaman dahulu, masyarakat Mamasa telah berjuang dengan gigih, mengusir segala bentuk penjajahan. Hal ini, dibuktikan dengan adanya perlawanan masyarakat Mamasa diberbagai tempat menentang segala bentuk penjajahan.

DI awal perkembangan leluhur masyarakat Eks Kewedanaan Mamasa, tersebar sampai ,ke pesisir Pantai Tipalayo di pinggir barat pulau Sulawesi, itulah sebabnya kalau di pedalaman hulu sungai disebut Pitu Ulunna Salu atau Tujuh Hulu Sungai. Sedangkan yang tersebar di pesisir pantai Tipalayo pinggir barat pulau Sulawesi, dikenal dengan Pitu Ba'bana Minanga yang berarti Tujuh Muara Sungai, sebagai lambang dari ke 7 kerajaan yang terpadu dalam suatu kerjasama yang saling melindung.

Disekitar abad ke 15, terjadi perang saudara antara Pitu Ulunna Salu dengan Pitu Ba'bana Minanga yang diakhiri dengan suatu Perjanjian Perdamaian yang dikenal dengan Ikrar Lujo dengan istilah SIPAMANDA' yang artinya mempererat kembali hubungan Kerajaan di Pitu Ulunna Salu dengan Kerajaan Pitu Ba'bana Minanga yang pernah rusak. Dari Kata SIPAMANDA' inilah. berubah menjadi nama MANDAR.

Tujuh Kehadatan yang ada di Pitu Ulunna Salu meliputi Tabulahan, Aralle, Mambi, Bambang, Rantebulahan, Matangnga danTabang. Dalam Perkembangan selanjutnya, maka wilayah
pemukiman Pitu Ulunna Salu menjadi luas, sehingga terbentuk adat-adat baru yang memerintah masyarakat di daerah itu, serta
masing-masing adat mempunyai kekuasaan penuh di daerahnya, namun mempunyai kewajiban yang sama dalam mewujudkan
kesatuan di wilayah Pitu Ulunna Salu.

Adat-adat baru yang dimaksud disebut Karua Tiparitikna Uai yakni : Messawa, Ulumanda', Panetean, Mamasa, Orobua, Osango, Malabo dan Tawalian. Maka muncullah istilah Pitu Ulunna Salu Karua Tipariti'na Uai, Itulah Kondosapata Uaisapalelean.

Dalam Perjalanan selanjutnya, di masa penjajahan Belanda pada Tahun 1924-1948, Mamasa berada di bawah Onder Afdeling Boven Binuang Eer Pitu Ulunna Salu. Pada Tahun 1948-1953 dibentuklah Swapraja Kondosapta, yang kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1953 berubah menjadi Kewedanaan Mamasa dengan ibu kota di Mamasa dari Tahun 1953-1959.

Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah yang mengharuskan seluruh daerah Kewedanaan berubah menjadi Kabupaten Daerah Tk.ll, maka pada Tahun 1958 masyarakat Kewedanaan Mamasa mengadakan rapat akbar, menetapkan Panitia Pembentukan Tingkat Il Mamasa serta menunjuk delegasi ke Jakarta untuk memperjuangkan kewedanaan Mamasa menjadi Daerah Tingkat ll.

Hasil perjuangan tersebut, akhirnya mendapat persetujuan dari kabinet, sehingga terbitlah Rancangan Undang-Undang terkait pembentukan Daerah Tingkat II Mamasa yang disiarkan melalui Radio Republik Indonesia pada Tanggal 13 Oktober 1958 tentang Penetapan Eks Kewedanaan Mamasa sebagai Daerah Tingkat II. Namun, karena situasi politik internal sehingga Undang-undang Nomor 29 Tahun 1959 tidak memuat Kewedanaan Mamasa sebagai salah satu Daerah Tingkat II, tetapi dalam kenyataannya Kewedanaan Mamasa digabung dengan Kewedanaan Polewali menjadi Daerah Tingkat II Polewali Mamasa.

Pada Tahun 1961, semangat perjuangan pembentukan Daerah Tingkat Mamasa kembali berkobar dengan dilaksanakannya pertemuan untuk membentuk kepanitiaan baru. Dari hasil perjuangan panitia ini diperoleh hasil:

1. Persetujuan dari Pemerintah Daerah Tingkat || Polewali Mamasa tentang Daerah Tingkat I Mamasa dalam sidang Paripurna Dewan Perwakilan Daerah Gotong Royong Tingkat II Polewali Mamasa pada Tanggal 23 Februari 1965.

2. Persetujuan dari Pemerintah Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan, dalam sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong Tingkat I Sulawesi Selatan pada Tanggal 5 Mei 1965.

Namun Demikian, karena besarnya pengaruh situasi politik internal saat itu, dengan isu bahwa eks Kewedanaan Mamasa belum layak dan belum bersyarat menjadi Daerah Tingkat II karena potensi daerah yang belum mendukung, sehingga perjuangan ini kembali gagal.

Pada tanggal 17 Mei 1966 tokoh-tokoh masyarakat Eks Kewedanaan Mamasa kembali mengadakan rapat menetapkan anggota delegasi yang diutus ke Pemerintah Pusat. Delegasi tersebut, menghadap ke Menteri Dalam Negeri dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk menyampaikan usulan secara tertulis. Namun karena situasi Negara yang tidak kondusif akibat adanya gerakan DI/TII dan Pemberontakan G.30 / S. PKI, maka perjuangan kembali gagal.

Dengan semangat perjuangan yang tetap membara, cita-cita luhur masyarakat Eks Kewedanaan Mamasa bangkit kembali. Hal ini dibuktikan dengan dibentuknya panitia Penuntut Daerah Tingkat Il Mamasa pada Tahun 1987. Berkat kerja keras panitia ini melalui beberapa tahapan konsultasi dan rapat-rapat panitia, maka tersusunlah sebuah buku yang mengangkat potensi Eks Kewedanaan Mamasa, untuk menjawab pernyataan yang selama
ini menganggap bahwa Eks Kewedanaan Mamasa belum layak menjadi sebuah Daerah Tingkat II.

Buku inilah yang menjadi dokumen panitia yang disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, dengan berbagai tembusan. Namun demikian, perjuangan ini kembali gagal, walau menghasilkan terbentuknya Perwakilan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Polewali Mamasa di Mamasa.

Pada Tahun 1998, seiring dengan berhembusnya angin Reformasi membuka kembali peluang dan waktu yang tepat untuk melanjutkan cita-cita perjuangan pembentukan Kabupaten Mamasa. Diawali dengan pergerakan Kesatuan Pelajar dan Mahasiswa Mamasa pada bulan Juni 1998, segenap tokoh masyarakat, tokoh pemuda, dan tokoh pejuang memulai kembali inisiatif pembentukan Kabupaten Mamasa, dengan melakukan pertemuan-pertemuan dan sosialisasi secara intensif.

Selanjutnya, pada Tanggal 22 sampai dengan 24 Juni Tahun 1999, dilaksanakan pertemuan akbar di Lantang Kada Nene' Mambi yang dihadiri tokoh-tokoh hadat, tokoh masyarakat, tokoh pejuang, tokoh agama, tokoh pemuda dan tokoh mahasiswa dari empat Kecamatan Eks Kewedanaan Mamasa, yaitu dari Kecamatan Mamasa, Kecamatan Mambi, Kecamatan Sumarorong dan Kecamatan Pana'. Pertemuan akbar ini menghasilkan personalia kepanitiaan terakhir serta menetapkan suatu ikrar dengan kebulatan tekad bersama, yang berbunyi sebagai berikut:

1. Angganna Saregantingan pura lessu'na, ladipaippinni batu mabanda', laditambunni tappian bosi, lataolanna ma'siru pole, ma'bayu pole, ma'dodo pole, anta sumule masero pindan muanna pebajoang.

2. Makale'dua bongi, kedenni laumbendan bitti' umbussu'siku lama'menna kumua battu laumpamea tutungan su'be' laundaka pa'pasonga-songa illalan lembana Pitu Ulunna Salu ( Eks Kewedanaan Mamasa ) situru'kada tomatua LA NA AMMA'IA RAKKANA LITAK.

Semangat ikrar kebulatan tekad Lantang Kada Nene' inilah pergerakan seluruh masyarakat Eks Kewedanaan Mamasa baik di dalam maupun dinluar. Hal ini ditandai dengan terbentuknya Forum Komunikasi Masyarakat Eks Kewedanaan Mamasa di Makassar, Lembaga Komunikasi Pelajar dan mahasiswa MASSUMPA di Makassar, dan forum-forum serta sub-sub panitia di dalam dan diluar Eks Kewedanaan Mamasa.

Dibawah koordinasi panitia, forum masyarakat dan lembaga mahasiswa, maka pada tanggal 03 Mei Tahun 2000 dan pada tanggal 25 Mei Tahun 2000, terjadi pergerakan massa secara spontan sebagai bentuk Pressure dan desakan kepada Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten
Polewali Mamasa untuk mengeluarkan persetujuan dan rekomendasi pemekaran Daerah Tingkat Il Polewali Mamasa.

Dari hasil pergerakan ini, maka pada tanggal 25 Mei Tahun 2000 keluarlah perstujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Polewali Mamasa dengan Surat Keputusan Nomor 11/128/ PEM/V/2000 tertanggal 30 Mei Tahun 2000 tentang sulan pembentukan Kabupaten Mamasa untuk dilanjutkan kepada Gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.

Selanjutnya atas kerja keras panitia bersama Forum Masyarakat Eks Kewedanaan Mamasa dan Lembaga Komunikasi Pelajar Mahasiswa MASSUMPA di Makassar, mendesak Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, maka pada tanggal 19 Agustus Tahun 2000 Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sulawesi Selatan mengeluarkan Surat Persetujuan dengan Nomor 10/DPRD/SS/VII/2000 untuk disampaikan kepada Menteri Dalam
Negeri dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia di Jakarta.

Pada Tanggal 31 Agustus Tahun 2000, keluarlah
surat usulan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor
135/3876/PEMDA/SS/VIII/2000 tentang Usulan pembentukan Kabupaten Mamasa kepada Menteri Dalam Negeri dan ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik lndonesia di Jakarta.

Pada tanggal 20 Oktober Tahun 2000, delegasi terakhir perjuangan Kabupaten Mamasa membawa persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Usulan Gubernur Sulawesi Selatan ke Departemen Dalam Negeri dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia di Jakarta.

Dengan melalui proses yang panjang dan melelahkan, atas bantuan Sub Panitia Jakarta, tokoh masyarakat Eks Kewedanaan Mamasa di Jakarta, para tokoh di Departemen Dalam Negeri dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, maka keluarlah Undang-undang Nomor 11 Tahun 2002 tertanggal 11 Maret Tahun 2002, tentang Pembentukan Kabupaten Mamasa dan Kota Palopo di Provinsi Sulawesi Selatan.

Puncak sukacita seluruh masyarakat eks Kewedanaan Mamasa atas tercapainya cita-cita perjuangan terbentuknya Kabupaten Mamasa. Sesungguhnya, jalan penajang perjuangan ini hanya dapat dicapai oleh karena keterlibatan seluruh elemen masyarakat eks Kewedanaan Mamasa, yang dilakukan tanpa pamrih dan dengan mengorbankan yang besar serta dilandasi semangat falsafah hidup para leluhu, "Mesa Kada Dipotuo, Pantang Kada Dipomate"

Mamasa, 11 Maret 2017

Tim Penyusun Sejarah Terbentuknya Kabupaten Mamasa:

1. Drs. Edison Tangnga.
2. Frans Kila', S.Pd.,MH.
3. Martinus Tiranda
4. David Bambalayuk, ST.,M.Si
5. Muspida Mandadung
6. Constantinus Claver, S.S
7. Yohanis, S.Sos., MH

Demikian sejarah singkat pembentukan Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat. Semoga bermanfaat.***

Editor: Wahyuandi


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x